Kearifan Lokal (local
wisdom) merupakan identitas budaya dan kepribadian budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai
watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal diharapkan dapat tetap
hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman dan dapat dapat mengikuti
arus perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas lokal
kita, akan menyebabkannya akan hidup terus dan mengalami penguatan. Kearifan
lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan budaya
yang melanda dunia dan untuk tidak larut dan hilang dari identitasnya sendiri.
Batik Sebagai Bagian dari Kearifan
Lokal
Secara etimologi, Kata
"batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba",
yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".
Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi
sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah
semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang
Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik,
teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah
ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces
of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.
Batik merupakan
identitas budaya yang ikut menyemarakkan industri kecil dan menengah yang
memproduksi batik. Sesungguhnya, identitas budaya kita tidak hanya ditentukan
dari pilihan dan citra motif pakaian semata-mata. Melainkan ada hal-hal yang
lebih substansial dari batik itu sendiri, yaitu: etos, jiwa,
ketekunan,ketelatenan, pelayanan, dan ketulusan untuk mengabdi. Pengakuan
secara nasional bahkan internasional terhadap eksistensi batik menjadi bagian
rekonstruksi budaya yang dilakukan secara kreatif sebagai bagian dari daya
cipta manusia, bukan sekedar warisan tradisi.
Batik
sebagai Pendidikan yang Berkarakter dan Berwawasan Global
Dengan diakuinya batik
Indonesia di mata dunia, maka hendaknya ini menjadi perhatian tersendiri baik
oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia pada umumnya. Kini batik telah
berkembang di berbagai belahan dunia, baik di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika.
Hal ini menunjukkan bahwa batik sangat potensial memikat hati banyak orang di
seluruh dunia. Ini sebuah peluang untuk kemudian menjadi nilai tawar budaya
Indonesia di mata dunia. Batik yang notabene produk Genuine Indonesia ini
seharusnya mampu mengangkat kearifan lokal sehingga masyarakat Indonesia
khususnya kaum muda semakin faham dengan peninggalan budaya ini.
Namun kenyataannya,
batik sekarang hanyalah sekedar menjadi pemanis penampilan di kalangan
masyarakat. Banyak dari mereka yang hanya memakai tetapi tidak mengetahui cara
pembuatan batik yang tidak semudah membuat motif kain pada umumnya, apalagi
memahami nilai estetis dan filosofisnya. Padahal batik adalah kerajinan yang
memiliki nilai seni yang tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia
(khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau
menjadikan keterampilan mereka dalam membatik (batik canting) sebagai mata
pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan
eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan
masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.
Banyak orang dari
belahan bumi lain yang menilai batik Indonesia sebagai karya seni yang bernilai
tinggi dan memiliki kekhasan tersendiri. Mereka yang amat tertarik dengan batik
tak segan untuk terjun bersama pengrajin batik dan berlatih untuk membuat batik
canting (batik tulis) yang memiliki nilai paling tinggi dari batik dengan
teknik lain. Bahkan saya pernah menyimak berita seorang warga negara asing yang
berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Indonesia dikarenakan saking
cintanya dengan produk kearifan lokal Indonesia, terutama batik.
Melihat semangat
kecintaan si bule terhadap mahakarya Indonesia itu, saya pun terdorong untuk
mulai mempelajari batik saat duduk di bangku SMA, karena di satu sisi saya
merasa malu karena kalah kadar patriotisme dan cinta terhadap tanah kelahiran
saya sendiri.
Dari kegiatan yang saya
ikuti bersama pengrajin batik waktu itu, saya bisa memetik poin-poin penting
yang menjadi alasan saya untuk menjadikan batik sebagai seni yang wajib
dipelajari oleh semua orang yang mengaku berkewarganegaraan Indonesia. Pertama, meski hanya berwujudkan
selembar kain, batik tidak bisa semudah itu dianggap kesenian yang mudah
(remeh). Batik tulis memiliki waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya dan membutuhkan
keuletan yang tinggi. Itulah mengapa batik menjadi salah satu karya Indonesia
yang mendunia dan memiliki harga jual yang tinggi terutama untuk batik tulis.
Kedua, batik dapat kita jumpai hampir diseluruh daerah di Indonesia
dan masing-masing batik tersebut memiliki corak dan keunikan tersendiri yang
menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Tetapi lagi-lagi tak semua orang saat
ini mengerti bahwa batik di setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing.
Beberapa dari mereka bahkan tak peduli dan tidak berusaha untuk tahu, yang
mereka pikirkan hanya lah batik adalah produk milik negara mereka, sekedar itu
saja.
Sungguh pemikiran
tersebut lah yang membuat saya jadi benar-benar khawatir, apalagi melihat
pengrajin batik senior (terutama batik tulis) yang sekarang mulai banyak
tumbang dikarenakan sudah lanjut usia. Ya, tidak mudah untuk menemukan
pengrajin batik tulis saat ini, saya telah membuktikannya. Sangat jauh berbeda
dengan dulu, dimana pengrajin batik tersebar di seantero wilayah Indonesia,
karena menyanting batik dijadikan mata pencaharian oleh sebagian besar penduduk
wanita. Nenek moyang kita adalah pengrajin batik, seharusnya kitalah yang
mewarisi keterampilan mereka dalam bersahabat dengan canting, malam dan mori.
Landasan pemikiran saya
yang ketiga adalah mulai terkikisnya
pengrajin batik tulis, sedang di lain sisi Indonesia kini mengalami peledakan
populasi penduduk yang mengakibatkan makin banyak dibutuhkannya lapangan
pekerjaan. Mengapa Pemerintah tidak menjadikan membuat batik sebagai lapangan
pekerjaan? Dan dimana peran lembaga pendidikan sebagai pewaris, pemelihara dan
pembaru kebudayaan?
Batik sebagai salah
satu warisan budaya memerlukan pemaknaan ulang untuk ditransformasikan kepada
generasi muda. Batik tidak cukup hanya dihadirkan secara fisik saja
sehingga dapat dijumpai di mana-mana karena dipakai oleh semua kalangan
masyarakat. Namun yang tidak kalah penting adalah menggali dan menilik
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya untuk dimanfaatkan bagi
kehidupan masyarakat.
Saya berharap agar
keterampilan membatik terutama menyanting batik dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan. Salah satu prinsip pelaksanaan kurikulum berbunyi, kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan
kondisi alam, sosial dan budaya serta
kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan
kajian secara optimal. Maka sudah
sepantasnya batik dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan,
karena batik adalah termasuk warisan dan kekayaan budaya kita.
Pembelajaran batik di
sekolah termasuk pada mata pelajaran Seni Budaya pada bidang seni rupa. Seperti
diketahui batik adalah warisan budaya Indonesia yang adiluhung sehingga
perlu dilestarikan keberadaanya di sepanjang zaman. Motif-motifnya, warnanya
mengandung filosofi yang dalam, sangat penting menjadi ilmu pengetahuan yang
harus diajarkan pada siswa di sekolah sebagai upaya pelestarian batik
melalui pendidikan. Di samping hal tersebut di atas, pengetahuan tentang batik,
proses pembuatan batik sampai dengan menjadi karya batik merupakan
pengintegrasian dengan pengembangan karakter siswa. Dengan demikian adanya
pembelajaran batik di sekolah merupakan sarana pengembangan karakter
siswa. Adapun beberapa karakter siswa yang dapat terbentuk melalui pembelajaran
batik ini antara lain; tekun, ulet, nasionalistik, bernalar, kreatif, peduli,
tanggung jawab, bersih, santun, gotong royong, gigih, dan beretos kerja tinggi.
Pelaksanaannya pada
pembelajaran membatik di integrasikan dalam pemberian pengalaman estetik dalam
bentuk kegiatan berapresiasi dan berkreasi. Dengan demikian membangun karakter
siswa dengan pembelajaran membatik dapat dilaksanakan melalui proses
pembelajaran, yaitu peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak. Dapat
pula dilakukan melalui berbagai kegiatan di sekolah. Kegiatan tersebut
direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke Kalender Akademik.
Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah antara lain:
lomba membatik dengan motif tertentu antar kelas, pagelaran seni memperingati
hari-hari tertentu semua memakai baju batik, lomba lukis motif batik antar
kelas dengan tema budaya setempat, pameran hasil karya seni batik siswa bertema
budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya foto batik bertema
budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai nara sumber, budayawan,
tokoh-tokoh seni batik untuk berceramah atau berdiskusi yang berhubungan dengan
nilai-nilai karakter. Melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan
batik dan pembangunan nilai karakter.
Dengan diajarkannya
keterampilan membatik sejak siswa berada di pendidikan dasar, diharapkan siswa
tersebut akan tumbuh menjadi generasi muda berkarakter yang mengerti dan
melestarikan produk kearifan lokal Indonesia, yang kemudian akan terus
melakukan pembaruan demi budaya Indonesia yang lebih maju dan berwawasan
global. Ini hasil budaya kita, jangan sampai kita gagap apalagi kalah pada
orang berkewarganegaraan lain yang lebih bersemangat menggeluti produk kearifan
lokal kita ini. Melalui keterampilan batik ini pula masalah ketenagakerjaan
yang minim juga akan teratasi.