Halaman

Rabu, 01 Mei 2013

Produk Kearifan Lokal Batik sebagai Pendidikan yang Berkarakter dan Berwawasan Global


Kearifan Lokal (local wisdom) merupakan identitas budaya dan kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Kearifan lokal diharapkan dapat tetap  hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman dan dapat dapat mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat mempertahankan identitas lokal kita, akan menyebabkannya akan hidup terus dan mengalami penguatan. Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi dengan aneka perkembangan budaya yang melanda dunia dan untuk tidak larut dan hilang dari identitasnya sendiri.
Batik Sebagai Bagian dari Kearifan Lokal
Secara etimologi, Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik". Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.
Batik merupakan identitas budaya yang ikut menyemarakkan industri kecil dan menengah yang memproduksi batik. Sesungguhnya, identitas budaya kita tidak hanya ditentukan dari pilihan dan citra motif pakaian semata-mata. Melainkan ada hal-hal yang lebih substansial dari batik itu sendiri, yaitu: etos, jiwa, ketekunan,ketelatenan, pelayanan, dan ketulusan untuk mengabdi. Pengakuan secara nasional bahkan internasional terhadap eksistensi batik menjadi bagian rekonstruksi budaya yang dilakukan secara kreatif sebagai bagian dari daya cipta manusia, bukan sekedar warisan tradisi.

Batik sebagai Pendidikan yang Berkarakter dan Berwawasan Global
Dengan diakuinya batik Indonesia di mata dunia, maka hendaknya ini menjadi perhatian tersendiri baik oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia pada umumnya. Kini batik telah berkembang di berbagai belahan dunia, baik di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa batik sangat potensial memikat hati banyak orang di seluruh dunia. Ini sebuah peluang untuk kemudian menjadi nilai tawar budaya Indonesia di mata dunia. Batik yang notabene produk Genuine Indonesia ini seharusnya mampu mengangkat kearifan lokal sehingga masyarakat Indonesia khususnya kaum muda semakin faham dengan peninggalan budaya ini.
Namun kenyataannya, batik sekarang hanyalah sekedar menjadi pemanis penampilan di kalangan masyarakat. Banyak dari mereka yang hanya memakai tetapi tidak mengetahui cara pembuatan batik yang tidak semudah membuat motif kain pada umumnya, apalagi memahami nilai estetis dan filosofisnya. Padahal batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni yang tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik (batik canting) sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.
Banyak orang dari belahan bumi lain yang menilai batik Indonesia sebagai karya seni yang bernilai tinggi dan memiliki kekhasan tersendiri. Mereka yang amat tertarik dengan batik tak segan untuk terjun bersama pengrajin batik dan berlatih untuk membuat batik canting (batik tulis) yang memiliki nilai paling tinggi dari batik dengan teknik lain. Bahkan saya pernah menyimak berita seorang warga negara asing yang berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Indonesia dikarenakan saking cintanya dengan produk kearifan lokal Indonesia, terutama batik.
Melihat semangat kecintaan si bule terhadap mahakarya Indonesia itu, saya pun terdorong untuk mulai mempelajari batik saat duduk di bangku SMA, karena di satu sisi saya merasa malu karena kalah kadar patriotisme dan cinta terhadap tanah kelahiran saya sendiri.
Dari kegiatan yang saya ikuti bersama pengrajin batik waktu itu, saya bisa memetik poin-poin penting yang menjadi alasan saya untuk menjadikan batik sebagai seni yang wajib dipelajari oleh semua orang yang mengaku berkewarganegaraan Indonesia. Pertama, meski hanya berwujudkan selembar kain, batik tidak bisa semudah itu dianggap kesenian yang mudah (remeh). Batik tulis memiliki waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya dan membutuhkan keuletan yang tinggi. Itulah mengapa batik menjadi salah satu karya Indonesia yang mendunia dan memiliki harga jual yang tinggi terutama untuk batik tulis.
Kedua, batik dapat kita jumpai hampir diseluruh daerah di Indonesia dan masing-masing batik tersebut memiliki corak dan keunikan tersendiri yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Tetapi lagi-lagi tak semua orang saat ini mengerti bahwa batik di setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Beberapa dari mereka bahkan tak peduli dan tidak berusaha untuk tahu, yang mereka pikirkan hanya lah batik adalah produk milik negara mereka, sekedar itu saja.
Sungguh pemikiran tersebut lah yang membuat saya jadi benar-benar khawatir, apalagi melihat pengrajin batik senior (terutama batik tulis) yang sekarang mulai banyak tumbang dikarenakan sudah lanjut usia. Ya, tidak mudah untuk menemukan pengrajin batik tulis saat ini, saya telah membuktikannya. Sangat jauh berbeda dengan dulu, dimana pengrajin batik tersebar di seantero wilayah Indonesia, karena menyanting batik dijadikan mata pencaharian oleh sebagian besar penduduk wanita. Nenek moyang kita adalah pengrajin batik, seharusnya kitalah yang mewarisi keterampilan mereka dalam bersahabat dengan canting, malam dan mori.
Landasan pemikiran saya yang ketiga adalah mulai terkikisnya pengrajin batik tulis, sedang di lain sisi Indonesia kini mengalami peledakan populasi penduduk yang mengakibatkan makin banyak dibutuhkannya lapangan pekerjaan. Mengapa Pemerintah tidak menjadikan membuat batik sebagai lapangan pekerjaan? Dan dimana peran lembaga pendidikan sebagai pewaris, pemelihara dan pembaru kebudayaan?
Batik sebagai salah satu warisan budaya memerlukan pemaknaan ulang untuk ditransformasikan kepada generasi muda. Batik tidak cukup hanya dihadirkan secara fisik saja  sehingga dapat dijumpai di mana-mana karena dipakai oleh semua kalangan masyarakat. Namun yang tidak kalah penting adalah menggali dan menilik nilai-nilai filosofis  yang terkandung di dalamnya untuk dimanfaatkan bagi kehidupan masyarakat.
Saya berharap agar keterampilan membatik terutama menyanting batik dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Salah satu prinsip pelaksanaan kurikulum berbunyi, kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.  Maka sudah sepantasnya batik dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan, karena batik adalah termasuk warisan dan kekayaan budaya kita.
Pembelajaran batik di sekolah termasuk pada mata pelajaran Seni Budaya pada bidang seni rupa. Seperti diketahui batik adalah warisan budaya Indonesia yang adiluhung sehingga  perlu dilestarikan keberadaanya di sepanjang zaman. Motif-motifnya, warnanya mengandung filosofi yang dalam, sangat penting menjadi ilmu pengetahuan yang harus diajarkan pada siswa di sekolah  sebagai upaya pelestarian batik melalui pendidikan. Di samping hal tersebut di atas, pengetahuan tentang batik, proses pembuatan batik sampai dengan menjadi karya batik merupakan pengintegrasian dengan pengembangan karakter siswa. Dengan demikian adanya pembelajaran batik di sekolah  merupakan sarana pengembangan karakter siswa. Adapun beberapa karakter siswa yang dapat terbentuk melalui pembelajaran batik ini antara lain; tekun, ulet, nasionalistik, bernalar, kreatif, peduli, tanggung jawab, bersih, santun, gotong royong, gigih, dan beretos kerja tinggi.
Pelaksanaannya pada pembelajaran membatik di integrasikan dalam pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berapresiasi dan berkreasi. Dengan demikian membangun karakter siswa dengan pembelajaran membatik dapat dilaksanakan melalui  proses pembelajaran, yaitu peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak. Dapat pula dilakukan melalui berbagai kegiatan di  sekolah. Kegiatan tersebut direncanakan sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke Kalender Akademik. Contoh kegiatan yang dapat dimasukkan ke dalam program sekolah antara lain: lomba membatik dengan motif tertentu antar kelas, pagelaran seni memperingati hari-hari tertentu semua memakai baju batik, lomba lukis motif batik antar kelas dengan tema budaya setempat, pameran hasil karya seni batik siswa bertema budaya dan karakter bangsa, pameran foto hasil karya foto batik  bertema budaya dan karakter bangsa, mengundang berbagai nara sumber, budayawan, tokoh-tokoh seni batik untuk berceramah atau berdiskusi yang berhubungan dengan nilai-nilai karakter. Melakukan wawancara kepada tokoh yang berkaitan dengan batik  dan pembangunan nilai karakter.
Dengan diajarkannya keterampilan membatik sejak siswa berada di pendidikan dasar, diharapkan siswa tersebut akan tumbuh menjadi generasi muda berkarakter yang mengerti dan melestarikan produk kearifan lokal Indonesia, yang kemudian akan terus melakukan pembaruan demi budaya Indonesia yang lebih maju dan berwawasan global. Ini hasil budaya kita, jangan sampai kita gagap apalagi kalah pada orang berkewarganegaraan lain yang lebih bersemangat menggeluti produk kearifan lokal kita ini. Melalui keterampilan batik ini pula masalah ketenagakerjaan yang minim juga akan teratasi.